Dengan puisi aku bernyanyi sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis jarum waktu bila kejar
mengiri
Dengan puisi aku memutih nafas jalan yang busuk
Dengan puisi aku berdoa perkenankanlah kiranya
Puisi hujan dan kamu
tik!tik!tik! air hujan belum juga berhenti menjatuhi
tubuhku dengan jarum-jarumnya yang bening.
basah. dingin. dan bulir-bulirnya mengalir di seluruh
sudut mukaku.
tiba-tiba aku jadi ingat kamu. yang tak pernah berhenti
menghujaniku dengan ciuman kecilmu.
hangat. indah. ciplak!ciplak! sepasang kaki kecil
berlari di depanku.
tanpa disengaja air percikannya mengotori separuh
gaunku. gaun putihku.
sama putihnya dengan rasa rindu yang ada di hatiku saat
ini.
aku jadi ingat kamu lagi. yang tak pernah puas
memercikkan rindu-rindu di dalam jiwaku.
manis. megah. hening. kutelusuri hari-hari ini
sendirian. menguak kerumunan tawa di depan mata.
membelah kumpulan bahagia sekelompok anak-anak kecil
yang berlarian di tengah hujan.
seakan tak ingat pesan ibunda yang melarang dirinya
bermain di bawah siraman air hujan.
yang ada cuma tawa riang penuh kemenangan. ada luka di
kaki dan tangan. tapi mereka tak acuh,
tak pedulikan apa-apa. ah, aku jadi ingat bekas lukamu
di kaki dan tangan. yang bisa membawa cerita untuk dikenang. nanti. suatu
saat nanti. ada tempat berteduh di ujung sana. setengah berlari aku mendekat.
duduk beralaskan plastik setengah kering. kuambil kertas dan pena dari saku
yang mulai terasa basah.
ah, lagi-lagi aku ingat kamu. dan ingin menulis tentang
kamu. semuanya tentang kamu.